enam tahun yang lalu, saya adalah pelajar yang lumayan menarik hati para gadis di sekolahan. gimana enggak, Kulit putih, hidung mancung, Alis tebal, sedikit kumis, baju keluar sebelah, celana pantatnya berlubang loh! itu menurut saya, yang pada kenyataannya gak ada yang naksir. punya pacar pun enggak.
            waktu itu lagi musim-musimnya anak kelas 1 yang baru masuk, dan PERBURUAN dimulai. seperti serigala yang gak pernah makan daging kami memantau setiap anak kelas 1 yang menarik. kebetulan kita anak IPA plis, ipa itu kan kelas unggulan pula. dimana-mana bocah 1 satu ya manggut-manggut aja kalo dipanggil. apalagi yang manggil GANTENG.
    
adalah seorang yang manis yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri menuju mata kepalanya, kami beradu pandang. dan cinta mulai bersemi diantara kami berdua. teman-teman mulai menari di belakangku, hueks! 
"hei dia senyum padaku?!" oh ternyata di belakang ada yang lebih ganteng dariku. karena kesal ku tempelkan saja sedikit upil di pundaknya sambil pura pura menyapa. "aku cemburu?" apa? apa ini yang namanya cemburu? hatiku sakit sekali ketika melihat kecenganku yang bahkan namanya aja aku ga tau.
Kekuatan otak mulai berkerja, ku ikuti si cewe kelas 1 ini ke kelasnya. Oh ternyata kelas 1-4 kelasku dulu, pura-pura batuk aku memperhatikan dia duduk dimana. Oia itu adalah waktu pelajaran dimulai aku pura-pura bilang mau ijin makan nasi kuning, eh ke toilet. Setelah aku tau dia duduk dimana akupun menuju kantin dan memesan nasi kuning 1 piring. Sampe ke kelas semua tertawa karena ada saos tersisa di kepalaku. Jangankan kamu Entah aku juga bingung kenapa.
Pulang sekolah, kudatangi kelasnya dengan sedikit berusaha ku buka pintu dan aku masuk. Kucoba duduk di tempat duduknya mencoba merasakan apa yang dia pikirkan, apa yang dia suka, seberapa panas kursi ini karena bokongnya. OIA, dan tidak lupa memberitahu bahwa serigala-serigala lain sedang melancarkan aksinya di kelas lainnya. Lanjut, Kumasukkan tanganku ke bawah, eh ke kolong meja. Ada buku! Sebuah buku bertuliskan nama “RENI” okeh namanya reni. Kubuka bukunya dan terlihatlah. Tulisannya yang rapih. Inget  ga? Kalo jaman dulu cewe2 kalo lagi boring suka corat coret halaman belakang, dan ku buka lah. Ada tulisan larc-en-cile. Berhubung gaptek aku kira itu band dari jepang. Padahal beneran ia.
Balik lah aku ke kelas, dan mencari teman yang suka band jepang, dikuliahinya aku sampai pintar. Semua seluk beluk band jepang, semua musiknya, sampai nama-namanya. Sampai aku merasa mantap untuk melanjutkan level berikutnya. Sebenarnya tampilan RENI itu jepang banget harajukut kalo kata anak-anak kelasku.
                                                               ***
Hingga pada suatu hari ketika kebetulan banget saya pulang lebih cepet, tiba-tiba saya lihat RENI berjalan di depan saya, oh dia aku jalan pelan pelan sambil berusaha agar tidak terdeteksi, bahkan nafas pun aku buat selembut mungkin. Kebetulan sekolah ku ada di dalam kampung maka kesempatan aku melihatnya cukup panjang, sudahlah melihatnya sebentar sudah mengobati rasa pedihku. Kuraba saku celanaku, ada selembar uang didalamnya, aha seribu, masih ada buat ongkos!
Sampailah kam di pangkalan angkot terdekat dari sekolah, di caringin tepatnya . kita berdiri bersama-sama tapi ga sedikitpun RENI melihat saya.  Lewatlah angkot yang biasanya membawa saya balik ke rumah, angkot cipatik-tegalega.  Lewat imanuel, lewat pasar anyar. Masuk lah aku di paling belakang. 

                Curi-curi pandang adalah cara paling aman, okeh kupandangi wajah manisnya dari atas sampai kebawah. Kalo dia merasa ada yang melihat, aku pura2 buang pandangan. Sepertinya dia mulai merasa ada seekor serigala kelaparan di sebelahnya. Sambil mengira2 dimana rumah RENI, aku pun merogoh saku celana dengan tersenyum.
“susah amat dikeluarin ini duit selembar” pikirku sampai harus memanjangkan kakiku dan mempersempit posisi duduk orang laih. “ahhhh, akhirnya keluar juga” dan pas kulihat ternyata uangnya nominal 100 yang merah yang dulu itu.

“anjis, gimana nih?!!!?” keringat mulai bercucuran, ketampanan memudar, orang orang tiba-tiba memperhatikan gerak gerik saya yang seperti pencuri kepepet.  “masa minjem sama reni?!!” pikirku.
Aku bertempur dengan batinku sendiiri antara cinta harga diri dan ongkos, apa aku minta 1000? Nanti aku dianggap ga jentel. Ataukah aku merampok angkot ini? Aku bisa di dropout. Apa loncat aja sekarang? Nanti mati. Aihhh kacau! Ini nih kalo udah urusan perasaan. Kayaknya tanpa sadar saya ngomong sendiri di angkot, dan orang orang makin histeris. “perasaan kursi saya semakin longgar” pas lihat sekitar udah menjauh dari saya. Termasuk RENI si kecenganku.
Akhirnya lama berfikir gang rumah tinggal 30 meter, akhirnya aku putuskan untuk menjadi ekstrim, akan ku hentikan angkot ini pikirku, lalu aku cium RENI baru aku melarikan diri. tekad ku sudah bulat. Aku akan melakukannya. Dan......
“kiri mang!” uang sudah ku genggam. Kupandang RENI sambil menuruni angkot, pandangan penuh cinta. Karena cium gak jadi. Lalu perlahan aku berjalan menuju supir. Uang sudah aku bulet-bulet , dan tiba-tiba kulempar ke muka nya, sambil berkata. “PUNTEN MANG UANGNYA ILANG!!!!” kataku pada si emang.  Ketika Kukira semua sudah berakhir.
Si emang supir membuka uang kertas 100 rupiah punyaku dan dia berbicara pada keneknya,” CARLES GELO, kabur dei dasar anak sekola gak tau diri sman 18 dei, ngerakeun kepala sekolah na.”
Dan RENI pun diam mendengarkan, dia tersadar serigala yang memperhatikannya adalah aku. Dia tau wajahku, dia tau kisah memalukan ini, dan dia punya mulut untuk menyebarkan gosip itu di kalangan sekolah. Mampus lah diriku.
Antara angkot, aku , seratus rupiah, dan kecengan